Kerajaan Banjar Virtual

Kada Ulun Biarakan Budaya Banjar Hilang di Dunia

Archive for the ‘Tokoh Banua’ Category

Ideham Chalid – Undas nang tahan pidakan

Posted by Anak Sultan pada Juni 29, 2015

Ideham Chalid Urang Banjar yang disegani Bung Karno

Dalam kunjungannya di Amuntai tanggal 27 Januari 1953, Bung Karno membuat sejarah dengan menyampaikan pidato yang fenomenal dan kontroversial. Menjelang berpidato, Bung Karno disambut sebuah spanduk besar berisi pertanyaan: “Minta penjelasan: Negara Nasional atau Negara Islam?” Bung Karno yang berpaham nasionalis merespon pertanyaan tersebut: “Jika kita mendirikan negara berdasarkan Islam, banyak daerah yang penduduknya bukan Islam akan memisahkan diri”. Apalagi saat itu sedang ada program politik nasional untuk merebut Irian Barat yang tak kunjung diserahkan oleh Belanda

Reaksi keras muncul setelah isi pidato diberitakan oleh Kantor Berita Antara ke seluruh tanah air dan internasional. Di Jakarta massa Masyumi berdemonstrasi di Lapangan Banteng. Sikap yang sama juga diambil oleh NU dan GPII. Ketua HMI menyurati Soekarno minta penjelasan.

Penolakan Bung Karno terhadap status negara Islam bagi rakyat Amuntai kelihatannya tidak direspon dengan keras. Artinya rakyat Amuntai menghormati presidennya dan mungkin juga karena seorang Ideham Chalid yang berdarah Amuntai yang dikenal moderat dan dekat dengan Bung Karno.

K.H. Ideham Chalid adalah tokoh banua yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Ketua Umum PBNU, Ketua MPR/DPR RI.

Ketika disodori jabatan untuk menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Wakil Presiden, Ideham menolaknya sehingga pilihan jatuh kepada Adam Malik. Pada tahun 1983, Ideham juga menolak ditawari menjadi menjadi Ketua Umum MUI. Penolakan juga dilakukan Ideham saat hendak dianugerahi Ramon Magsasay Award oleh pemerintah Filipina, alasannya Presiden Ferdinan Marcos kala itu tidak demokratis dan menekan kaum muslimin Moro.

Ideham mendebat Bung Karno

Hasil pemilu 1955 menempatkan PKI masuk 4 besar suara terbanyak.

Melihat hasil pemilu ini Bung Karno ingin mengakomodasi PKI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bung Karno meyakinkan perlunya hidup gotong royong. “Allemal aan de werktafel en allemal an de eattared” (semua anggota keluarga telah bekerja, jadi makannya harus satu meja bersama). Menurut Bung Karno berbagai elemen bangsa telah berjuang mengusir penjajah, mempertahankan kemerdekaan, dan baru saja melaksanakan Pemilu pertama 1955, jadi hasilnya harus pula dinikmati bersama, jangan ada yang disingkirkan.

Bung Karno menekankan, dari Pemilu 1955 terlihat ada 6 juta orang yang memilih PKI. “Kau Ideham kalau ingat yang sedih-sedih itu pemberontakan PKI Madiun yang mengorbankan banyak ulama, bagaimana mau hidup berbangsa dan bernegara”.

Ideham menjawab: “itulah Pak, saya ini membawa aspirasi ulama dan umat Islam. PKI itu tidak akan mau berbagi empat kekuasaan (saat itu PNI, Masyumi dan NU) mereka mau semuanya. Kalau ditaruh di kaki mereka akan naik ke atas, diberi daging mau hati. Itu pengalaman di banyak negara Komunis yang sebelumnya nasionalis”.

Bung Karno menimpali: “Ideham, di Indonesia lain. Saya akan hadapi mereka kalau macam-macam”.

Ideham bilang lagi: “Lebih baik PKI tak usah diberi angin saja Pak”.

Keberanian urang Banjar sebagai ‘undas nang tahan pidakan’ ini tercatat dalam sejarah bangsa. Ideham Chalid tokoh banua yang di anugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Urang Banjar yang juga pejuang kemerdekaan dan alim ulama ini ibarat “undas nang tahan pidakan” (jagoan yang tangguh tahan aduan/segala tantangan)

Buku DR. K.H. IDEHAM CHALID ULAMA POLITISI BANJAR DI KANCAH NASIONAL. Terbitan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Kalimantan Selatan tahun 2015. Disusun oleh Bapak Ahmad Barjie B.

ideham chalid

Kada Ulun Biarakan Budaya Banjar Hilang di Dunia

Posted in Tokoh Banua | Leave a Comment »

Hassan Basry

Posted by Anak Sultan pada Maret 6, 2007

Hassan Basry bin Ismail Djinal, dilahirkan pada 17 Juni 1923 di kampung Padang Batung, Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Setelah menamatkan sekolah dasar (Volk-school) tahun 1932, beliau melanjutkan ke Hollands Inlandse School (HIS) selesai tahun 1939. Hassan Basry tidak seperti kebanyakan pemuda pada masa itu yang banyak melanjutkan ke MULO, beliau lebih tertarik pada bidang agama sehingga melanjutkan ke Sekolah Pendidikan Agama Tingkat Menengah (Tsanawiyah Al Wathaniyah) di Kandangan dan selesai tahun 1942.

Pada tahun 1942 itulah Hassan Basry meninggalkan kampung halaman pergi ke Pulau Jawa dan melanjutkan ke Kweek School Islam di Pondok Pesantren Gontor sampai selesai tahun 1945. Setelah lulus dari sana beliau diangkat menjadi guru agama pada Sekolah Menengah Pertama Islam di kota Malang.

Setelah proklamasi, Hassan Basry bersama putera-putera Kalimantan lainnya yang bermukim di Pulau Jawa ikut menyumbangkan tenaga bagi tegaknya Republik Indonesia. Saat itu beliau mendengar kegagalan perjuangan di Kalimantan sehingga bersama rekan lainnya pada tanggal 30 Oktober 1945 berhasil menyusup pulang ke Kalimantan Selatan.

Di Haruyan pada tanggal 5 Mei 1946 para pejuang mendirikan Lasykar Syaifullah. Program utama organisasi ini adalah latihan keprajuritan, sebagai pemimpin ditunjuklah Hassan Basry. Pada tanggal 24 September 1946 saat acara pasar malam amal banyak tokoh Lasykar Syaifullah yang ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Karena itu Hassan Basry mereorganisir anggota yang tersisa dengan membentuk Banteng Indonesia.
Pada tanggal 15 Nopember 1946, Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M.Mursid anggota ALRI Divisi IV yang berada di Mojokerto, menghubungi Hassan Basry untuk menyampaikan tugas yaitu mendirikan satu batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Dengan mengerahkan pasukan Banteng Indonesia Hassan Basry berhasil membentuk batalyon ALRI tersebut.

Perjuangan Hassan Basry di Kalimantan Selatan selalu merepotkan pertahanan Belanda pada masa itu dengan puncaknya berhasil memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan Proklamasi 17 Mei 1949.

Hassan Basry meninggal pada tanggal 15 Juli 1984, dimakamkan di daerah Liang Anggang Banjarbaru Kalimantan Selatan. Dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 3 November 2001.

Posted in Tokoh Banua | 3 Comments »

Ir. Pangeran Mohamad Noor

Posted by Anak Sultan pada Maret 2, 2007

“Teruskan. . . . Gawi kita balum tuntung”

Kata-kata yang diucapkan beliau sampai menjelang akhir hayatnya terus menerus memberi semangat kepada seluruh generasi muda di banua agar tetap berkarya dalam bidang apapun yang digeluti.

Bagi generasi sebelum tahun 2000, nama P.M.Noor terasa akrab ditelinga. Nama beliau diajarkan di sekolah mulai SD sampai SMA sebagai pencetus pembuatan proyek Sungai Barito yang salah satu gagasannya adalah pembangunan PLTA Riam Kanan. Entahlah generasi muda sekarang apakah masih diajarkan gurunya mengenai tokoh besar Kalimantan yang satu ini.

pmnoor.jpgPangeran.M.Noor dilahirkan 24 Juni 1901 di Martapura, Kalimantan Selatan dari keluarga bangsawan Banjar. Setelah lulus HIS (1917) ia belajar di MULO (1921), ke HBS (1923), kemudian masuk sekolah teknik tinggi di Bandung dan berhasil meraih gelar Insinyur pada tahun 1927, setahun setelah Ir. Soekarno (presiden RI pertama).

Disamping jabatan insinyurnya pada biro pengairan, ia juga anggota Badan Persiapan Kemerdekaan RI, dan setelah Indonesia merdeka diangkat sebagai Gubernur Kalimantan yang pertama. Dalam aksi gerilya bersenjata ia mendirikan pasukan M.N.1001 yang beroperasi di Kalimantan Selatan pada tahun 1945 – 1949 bersamaan dengan Tjilik Riwut di Kalimantan Tengah.

Sebagai seorang ilmuan beliau diangkat menjadi Menteri Pekerjaan Umum (1956-1957) pada Kabinet Ali Sastromijoyo. Ketika itulah membuat gagasan ‘Proyek Sungai Barito’ yang berhasil merealisasikan pembangunan PLTA Riam Kanan dan pengerukan ambang Barito, sekarang PLTA itu diabadikan memakai nama beliau menjadi PLTA P.M.Noor.

Menjelang akhir hayatnya beliau terbaring lemah di RS. Pelni Jakarta, tetapi semangat beliau untuk membicarakan pembangunan di Kalimantan Selatan tak pernah surut. Setiap ada tamu yang berkunjung beliau masih saja bertukar pikiran mengenai pembangunan di banua. Bagi beliau pembangunan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat adalah identik dengan kehidupannya. Ia akan berhenti berpikir dan berbicara akan hal itu (pembangunan) bilamana otak dan nafasnya sudah berhenti. Saat hari-hari akhir masa hidupnya dengan kondisi tubuh yang sudah mulai menurun, PM Noor berkata, “Teruskan . . . Gawi kita balum tuntung

Akhirnya, dengan ketetapan Allah Yang Maha Kuasa, Mohamad Noor, dipanggil-Nya dalam usia 78 tahun pada 15 Januari 1979. Dimakamkan disamping istri tercinta ibunda Gusti Aminah yang sudah mendahuluinya di TPU Karet Jakarta.

Untuk generasi muda ABG, MTV, dan lain sebagainya, inilah tokoh dari banua kita, jangan hanya menghapal pelajaran tentang tokoh luar daerah saja. Sudah seharusnya Pemprop Kalsel memasukkan riwayat hidup beliau dalam kurikulum muatan lokal agar generasi muda sekarang tetap mewarisi semangat juang beliau.

Posted in Tokoh Banua | 10 Comments »